Minggu, 05 Februari 2012
Misteri Paket Biru
“Farid....”
suara itu terdengar oleh Farid. Farid yang masih memakai tasnya dan hendak
masuk ke dalam kelasnya, kemudian terhenti dan berbalik menebak-nebak darimana
asal suara yang sudah tidak asing lagi baginya itu. Sosok bernama Rangga itu
dengan langkah pasti menuju Farid.
“Farid
ini” ucap Rangga sambil memegangi sebuah amplop berwarna merah muda ketika
berada tepat di depan Farid. Farid hanya diam saja dengan wajah yang biasa.
Sebagai sahabat yang sudah mengenal luar dalamnya Farid. Bagi Rangga sikap
Farid itu bukanlah hal yang aneh lagi.
“Ini
surat buat kamu, dari Rita” lanjut Rangga.
“Oh...”
balas Farid datar.
“Oh
bagaimana?, ini buat kamu”. Tanpa banyak kata lagi, Farid lalu mengambil amplop
yang berada di tangan kanan Rangga dan langsung memindahkan amplop tersebut ke
dalam tabung tanpa tutup yang ada di depan kelasnya.
“Kenapa
kamu buang?, baca dulu kek isinya apa” Kata Rangga dengan nada kesal. Bell masuk kemudian
berbunyi. Farid masuk kelas dan diikuti Rangga yang duduk di samping Farid.
Rangga tidak melanjutkan pertanyaannya. Rangga yang sebenarnya sudah tahu bahwa
akhirnya pasti dibuang juga, sudah mengatakan ke Rita, tapi Rita tetap memaksa Rangga untuk
menyampaikan amplop itu.
Farid
memang tidak sedikitpun memikirkan berapa banyak yang suka padanya. Farid
memang amat sangat tidak tertarik untuk memikirkan hal semacam itu. Mungkin
karena masa lalunya atau karena dia telah lebih dulu menyukai seseorang, Rangga
juga tidak tahu. Farid sama sekali tidak bisa dipancing untuk membahas hal
semacam itu meskipun oleh sahabatnya sendiri. Farid sama sekali tidak tertarik
pada Sisil yang modis, kaya, dan rela bolak-balik salon demi menarik perhatian
Farid. Atau bahkan Rasty yang populer, cantik, yang banyak disukai teman-teman cowok satu
sekolahan pun tidak bisa membuat Farid memperhatikannya sedikitpun. Farid tidak
sedikitpun menganggap mereka ada. Karena menurut Farid itu hanya akan menjadi
masalah baginya.
Sepulang
sekolah Rangga ikut ke rumah Farid. Sesampainya di rumah. Rangga dan Farid baru
saja melepas sepatu dan tiba-tiba telepon berbunyi. Farid pun menuju sumber suara itu dan
kemudian mengangkat telepon tersebut.
“Assalamu’alaikum”
tidak ada jawaban yang terdengar dan tiba-tiba telepon itu terputus. Farid
dan Rangga menuju kamar Farid.
“Siapa
yang telepon?
Kok cepet banget?” tanya Rangga, sambil mengutak-atik tumpukan kaset milik
Farid.
“Gak
tahu tuch, teleponnya langsung terputus”
“Oh...”
Kemudian
terdengar bell berbunyi. Menyadari itu Farid pun turun dari tempat tidurnya dan
kemudian menuju pintu depan. Setelah dibukanya pintu ternyata tidak ada seorang
pun, hanya ada paket berbentuk persegi berwarna merah marun. Paket itu kemudian
dibawa Farid ke kamarnya.
“Rangga
tadi waktu aku buka pintu ternyata tidak ada orang hanya ada paket ini” kata
Farid sambil meletakkan paket tersebut di lantai.
“Coba
saja kamu buka” Jawab Rangga yang tengah berbaring di tempat tidur sambil
bernyanyi-nyanyi mendengar musik yang di putarnya.
(To Be Continue...)
Resensi Film” White
The Melody of The Curse” (2011)
Genre : Horror
Sutradara : Gok
Kim, Sun Kim
Penulis Naskah
: Sun Kim, Gok Kim
Distributor : Next
Entertainment World
Pemain : Ham
Eun-Jung, May Doni Kim, Choi Ah-Ra, Jin Se-Yun, Hwang Woo Seul Hye, Pyeon
Jung-Su, Kim Young-Min, Kim Ki-Bang
Durasi : 106
min
Sinopsis
Girlband bernama “Pink Dolls” yang telah memulai debutnya. Tetapi, ketidakkompakan mereka membuatnya sama sekali tidak diakui di kalangan masyarakat, bahkan tidak satupun yang mengunjungi situs resmi mereka. Sampai suatu ketika, agensi mereka membeli sebuah tempat dengan harga murah yang merupakan bangunan bekas kebakaran. Eun Jeong yang menjadi leader Pink Dolls, secara tidak sengaja menemukan video lama yang berlabel White. Eun Jeong pun memutar video lama itu dan ketika ketua agensinya melihat video itu, dia pun memutuskan untuk menjadikan lagu White sebagai single kedua Pink Dolls karena lagu tersebut belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Tidak disangka lagu White kemudian menjadi sangat popular dan untuk meningkatkan popularitas tersebut, agensinya pun memutuskan untuk menggunakan vokalis utama dalam lagu White seperti yang ada di video lama yang asli.
Kejadian-kejadian
aneh kemudian terjadi dikalangan member Pink Doll, sampai mereka harus masuk
rumah sakit satu per satu. Eun Jeong yang menyadari hal tersebut lalu meminta
bantuan Soon Ye untuk sama-sama menyelidiki apa yang terjadi, mereka kemudian
mengetahui bahwa lagu tersebut memiliki kutukan. Dan akhirnya mereka mengetahui
sosok yang menjadi vokalis utama dalam video asli White, mereka pun pergi
meminta maaf dan menganggap kutukan itu telah selesai. Ketika akhirnya hanya
Eun Jeong yang tersisa untuk melakukan debut tunggal, Eun Jeong berubah menjadi
sombong, bahkan dia mengakui kepada publik bahwa lagu White merupakan lagu
ciptaannya. Di tengah popularitas Eun Jeong, member Pink Dolls yang berada di
rumah sakit kemudian sadarkan diri.
Ketika
Soon Ye kembali ke gedung agensi, dia pun menyadari bahwa kutukan tersebut
belum selesai karena sosok yang menjadi vokalis utama ternyata bukan orang yang
menciptakan lagu White. Ditambah lagi ketiga member Pink Dolls yang lain bunuh
diri dengan meminum pemutih lantai pada acara langsung sebuah stasiun televisi.
Soon Ye pun pergi untuk menyelamatkan Eun Jeong, namun terlambat, Eun Jeong
telah meninggal karena terinjak oleh penonton yang panik ketika gedung tiba-tiba
mengalami kebakaran.
Sabtu, 04 Februari 2012
Mendadak
Detektif
Matahari
terik menemani Ran dan keluarganya pulang ke rumah. Mata yang kian sembab
tampak memenuhi ruangan mobil Honda CR-V berwarna silver itu. Ran melihat jam ditangan
kanannya yang menunjukkan tepat pukul dua siang. Ia masih memegang keranjang bunga
yang telah kosong. Bunga-bunganya telah bertaburan di makam ayahnya yang baru
saja tewas terbunuh secara misterius. Polisi belum dapat menemukan penyebab
kematian ayahnya sampai saat ini, tidak ditemukan sidik jari orang lain pada
pistol yang terletak di genggaman tangan kanan sang ayah kala itu.
Honda CR-V kini telah terparkir
di depan rumah. Rangkaian bunga bertuliskan “Turut Berduka Cita” tampak
berjejer satu per satu di pagar rumah. Ran pun turun dari mobil sambil membawa
keranjang kosongnya. Perasaan sedih masih dirasakan Ran, wajar saja, Ran memang
sangat dekat dengan ayahnya. Keranjang itu disimpan di atas meja ruang tengah.
Dengan langkah yang berat Ran menaiki anak tangga satu per satu. Ran berjalan
menuju kamar orangtuanya.
“Ran, sini nak
bantu ibu merapikan barang-barang ayah” Kata ibu dari dalam kamar.
“Iya bu...” (Ran
pun semakin dalam masuk ke dalam kamar).
“Ibu, ayah tidak
mungkin bunuh diri khan?” Tanya Ran dengan yakin.
“Entahlah nak.
Kita tunggu saja kabar selanjutnya dari polisi” Jawab Ibu. Beberapa saat
kemudian setelah kamar selesai dirapikan.
“Ran, pergilah
beristirahat di kamarmu, pasti kamu sangat lelah hari ini” Kata Ibu yang hendak
keluar dari kamar.
“Iya bu…” Kata
Ran yang sedang duduk di bibir tempat tidur di kamar tersebut sambil melihat
ibunya yang semakin berlalu dari balik pintu.
Cuaca yang tadinya terik, mulai
tertutup awan hitam sedikit demi sedikit. Udara yang tadinya sangat panas pun
mulai terasa agak sejuk. Setelah puas mengenang almarhum ayahnya, Ran pun mulai
beranjak dari tempat tidur. Kakinya terasa terkena sesuatu yang ada di bawah
tempat tidur. Ran berjongkok untuk mengetahui apa yang mengganggu kakinya dan
dia menemukan sebuah kotak kecil di sana. Ran kemudian mengambil kotak kecil
tersebut dan bergegas membawanya menuju kamarnya.
Ran terheran-heran melihat kotak
berwarna merah darah tersebut, dia terus membolak-balikkan kotak itu sebelum
akhirnya dibukannya. Di dalam kotak itu terdapat boneka jerami kecil yang di kepala
tengah bagian depan tertancap jarum kecil, sama seperti letak peluru yang
tertancap pada kepala ayahnya. Selain itu, terdapat surat kecil dengan kalimat
mengancam yang ditulis dengan tinta merah seperti darah, atau mungkin memang
darah. Di surat itu tertulis “KAU AKAN MATI, )(>))”. Ran memang sangat tidak
percaya kalau ayahnya meninggal karena bunuh diri seperti yang dikatakan polisi
yang hanya menemukan sidik jari ayahnya pada pistol. Hal yang sangat membuatnya
yakin yaitu karena ayahnya memiliki iman yang sangat kuat, dan Ran tahu bahwa
bunuh diri merupakan perbuatan yang tidak disukai Allah, bahkan Allah
memberikan balasan neraka bagi orang yang melakukan tindakan tersebut.
Keesokan harinya, sebelum
berangkat ke sekolah, Ran dan kedua saudaranya berkumpul di ruang keluarga
karena ibunya ingin mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan masa depan
ketiga buah hatinya.
“Nak, ibu pikir
rumah kita harus dijual secepatnya, dan uangnya digunakan untuk membantu biaya
sekolah kalian. Kemudian kita akan tinggal di rumah yang lebih sederhana.
Kalian tidak keberatan khan tinggal di rumah yang lebih kecil?” Tanya ibu.
“Hemm, nda
apa-apa bu” Jawab Sari, kakak Ran dan Aril yang sekarang telah berkuliah. Ran
dan Aril mengiyakan dengan mengangguk-ngangguk.
“Bu, boleh tidak
kalau saya mencari pekerjaan sambilan?” Sambung Sari.
“Boleh saja,
asal tidak mengganggu kuliahmu nak” Jawab Ibu.
“Iya bu. Sari
juga akan mengambil waktu yang selesainya sebelum jam enam sore” Lanjut Sari.
Beberapa
bulan kemudian, rumah yang cukup besar itu terjual. Mereka pun menempati rumah
baru yang terletak cukup jauh dari rumah semula. Di kamar baru, Ran membereskan
buku-buku, baju-baju, dan barang-barang lainnya. Tahun ini merupakan tahun
pertama Ran menginjak bangku SMA. Ran mengikuti kelas percepatan di sekolah
yang dikenal sebagai kelas unggulan tersebut. Biaya pembayaran yang harus
ditanggung pasti lebih mahal dari kelas biasa. Hal itu membuat Ran harus
mengubur mimpinya untuk berkuliah di Perguruan Tinggi Negeri favorit, karena
Ran tahu bahwa itu akan memberatkan keluarganya, terutama dari segi ekonomi.
Kotak
kecil yang akhir-akhir itu terlupakan, kini terlintas lagi dipikiran Ran. Ran
membaca surat seram itu sekali lagi. Dia mulai berpikir, mungkin kotak itu ada
hubungannya dengan kasus terbunuhnya sang ayah beberapa bulan silam. Sambil
menatap tajam pada akhir surat itu yang bertuliskan ”)(>))”. Beberapa saat
kemudian, Ran mengambil laptopnya dan menulis “)(>))” pada Microsoft Word.
Kemudian di bawahnya ditulis hal yang sama dengan tidak menekan tombol Shift,
Ran pun teringat bahwa ayahnya ditemukan telah meninggal pukul 09.00. Ran yang
telah sadar bahwa ayahnya dibunuh pun pergi menuju kampus tempat ayahnya
mengajar. Sesampainya disana, Ran melihat penjaga kampus yang duduk di pos.
“Pak, apakah
berkas-berkas ayah masih di simpan?” Tanya Ran penuh harap.
“Iya” Jawab
bapak itu dengan singkat.
“Pak, bisakah
bapak mengantarkan saya ke tempat penyimpanan berkas itu?”
“Iya, mari ikuti
saya”
Ran pun mengikuti bapak itu, ke
sebuah ruangan perpustakaan yang ada di kampus tesebut. Sesampainya di depan
ruangan. Bapak itu meminta izin untuk kembali ke pos karena dia harus selalu
menjaga di sana. Tinggallah Ran sendiri di ruangan itu. Ran terus membongkar
berkas-berkas ayahnya dengan yakin bahwa ayahnya pasti meninggalkan jejak
pembunuh ayahnya. Tak beberapa lama kemudian dia melihat kertas dengan inisial
RF. Ran pun mencari inisial nama tersebut dari seluruh kenalan ayahnya, mulai
dari rekan-rekan kerja ayahnya, sampai ke mahasiswa-mahasiswa yang diajar oleh
ayahnya. Akhirnya, beberapa minggu kemudian Ran menemukan nama dengan inisial
tersebut. Dia pun melaporkan ke polisi. Dan orang tersebut ditangkap. Orang
tersebut pun mengakui perbuatannya karena selama itu dia terus mendapat teror
dari ayah Ran. Dia sangat ketakutan. Orang itu pun dihukum sesuai dengan
perbuatannya.
Langganan:
Postingan (Atom)