Sabtu, 04 Februari 2012


Mendadak Detektif
Matahari terik menemani Ran dan keluarganya pulang ke rumah. Mata yang kian sembab tampak memenuhi ruangan mobil Honda CR-V berwarna silver itu. Ran melihat jam ditangan kanannya yang menunjukkan tepat pukul dua siang. Ia masih memegang keranjang bunga yang telah kosong. Bunga-bunganya telah bertaburan di makam ayahnya yang baru saja tewas terbunuh secara misterius. Polisi belum dapat menemukan penyebab kematian ayahnya sampai saat ini, tidak ditemukan sidik jari orang lain pada pistol yang terletak di genggaman tangan kanan sang ayah kala itu.
                Honda CR-V kini telah terparkir di depan rumah. Rangkaian bunga bertuliskan “Turut Berduka Cita” tampak berjejer satu per satu di pagar rumah. Ran pun turun dari mobil sambil membawa keranjang kosongnya. Perasaan sedih masih dirasakan Ran, wajar saja, Ran memang sangat dekat dengan ayahnya. Keranjang itu disimpan di atas meja ruang tengah. Dengan langkah yang berat Ran menaiki anak tangga satu per satu. Ran berjalan menuju kamar orangtuanya.   
“Ran, sini nak bantu ibu merapikan barang-barang ayah” Kata ibu dari dalam kamar.
“Iya bu...” (Ran pun semakin dalam masuk ke dalam kamar).
“Ibu, ayah tidak mungkin bunuh diri khan?” Tanya Ran dengan yakin.
“Entahlah nak. Kita tunggu saja kabar selanjutnya dari polisi” Jawab Ibu. Beberapa saat kemudian setelah kamar selesai dirapikan.
“Ran, pergilah beristirahat di kamarmu, pasti kamu sangat lelah hari ini” Kata Ibu yang hendak keluar dari kamar.
“Iya bu…” Kata Ran yang sedang duduk di bibir tempat tidur di kamar tersebut sambil melihat ibunya yang semakin berlalu dari balik pintu.
                Cuaca yang tadinya terik, mulai tertutup awan hitam sedikit demi sedikit. Udara yang tadinya sangat panas pun mulai terasa agak sejuk. Setelah puas mengenang almarhum ayahnya, Ran pun mulai beranjak dari tempat tidur. Kakinya terasa terkena sesuatu yang ada di bawah tempat tidur. Ran berjongkok untuk mengetahui apa yang mengganggu kakinya dan dia menemukan sebuah kotak kecil di sana. Ran kemudian mengambil kotak kecil tersebut dan bergegas membawanya menuju kamarnya.
                Ran terheran-heran melihat kotak berwarna merah darah tersebut, dia terus membolak-balikkan kotak itu sebelum akhirnya dibukannya. Di dalam kotak itu terdapat boneka jerami kecil yang di kepala tengah bagian depan tertancap jarum kecil, sama seperti letak peluru yang tertancap pada kepala ayahnya. Selain itu, terdapat surat kecil dengan kalimat mengancam yang ditulis dengan tinta merah seperti darah, atau mungkin memang darah. Di surat itu tertulis “KAU AKAN MATI, )(>))”. Ran memang sangat tidak percaya kalau ayahnya meninggal karena bunuh diri seperti yang dikatakan polisi yang hanya menemukan sidik jari ayahnya pada pistol. Hal yang sangat membuatnya yakin yaitu karena ayahnya memiliki iman yang sangat kuat, dan Ran tahu bahwa bunuh diri merupakan perbuatan yang tidak disukai Allah, bahkan Allah memberikan balasan neraka bagi orang yang melakukan tindakan tersebut.
                Keesokan harinya, sebelum berangkat ke sekolah, Ran dan kedua saudaranya berkumpul di ruang keluarga karena ibunya ingin mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan masa depan ketiga buah hatinya.
“Nak, ibu pikir rumah kita harus dijual secepatnya, dan uangnya digunakan untuk membantu biaya sekolah kalian. Kemudian kita akan tinggal di rumah yang lebih sederhana. Kalian tidak keberatan khan tinggal di rumah yang lebih kecil?” Tanya ibu.
“Hemm, nda apa-apa bu” Jawab Sari, kakak Ran dan Aril yang sekarang telah berkuliah. Ran dan Aril mengiyakan dengan mengangguk-ngangguk.
“Bu, boleh tidak kalau saya mencari pekerjaan sambilan?” Sambung Sari.
“Boleh saja, asal tidak mengganggu kuliahmu nak” Jawab Ibu.
“Iya bu. Sari juga akan mengambil waktu yang selesainya sebelum jam enam sore” Lanjut Sari.
Beberapa bulan kemudian, rumah yang cukup besar itu terjual. Mereka pun menempati rumah baru yang terletak cukup jauh dari rumah semula. Di kamar baru, Ran membereskan buku-buku, baju-baju, dan barang-barang lainnya. Tahun ini merupakan tahun pertama Ran menginjak bangku SMA. Ran mengikuti kelas percepatan di sekolah yang dikenal sebagai kelas unggulan tersebut. Biaya pembayaran yang harus ditanggung pasti lebih mahal dari kelas biasa. Hal itu membuat Ran harus mengubur mimpinya untuk berkuliah di Perguruan Tinggi Negeri favorit, karena Ran tahu bahwa itu akan memberatkan keluarganya, terutama dari segi ekonomi.
Kotak kecil yang akhir-akhir itu terlupakan, kini terlintas lagi dipikiran Ran. Ran membaca surat seram itu sekali lagi. Dia mulai berpikir, mungkin kotak itu ada hubungannya dengan kasus terbunuhnya sang ayah beberapa bulan silam. Sambil menatap tajam pada akhir surat itu yang bertuliskan ”)(>))”. Beberapa saat kemudian, Ran mengambil laptopnya dan menulis “)(>))” pada Microsoft Word. Kemudian di bawahnya ditulis hal yang sama dengan tidak menekan tombol Shift, Ran pun teringat bahwa ayahnya ditemukan telah meninggal pukul 09.00. Ran yang telah sadar bahwa ayahnya dibunuh pun pergi menuju kampus tempat ayahnya mengajar. Sesampainya disana, Ran melihat penjaga kampus yang duduk di pos.
“Pak, apakah berkas-berkas ayah masih di simpan?” Tanya Ran penuh harap.
“Iya” Jawab bapak itu dengan singkat.
“Pak, bisakah bapak mengantarkan saya ke tempat penyimpanan berkas itu?”
“Iya, mari ikuti saya”
                Ran pun mengikuti bapak itu, ke sebuah ruangan perpustakaan yang ada di kampus tesebut. Sesampainya di depan ruangan. Bapak itu meminta izin untuk kembali ke pos karena dia harus selalu menjaga di sana. Tinggallah Ran sendiri di ruangan itu. Ran terus membongkar berkas-berkas ayahnya dengan yakin bahwa ayahnya pasti meninggalkan jejak pembunuh ayahnya. Tak beberapa lama kemudian dia melihat kertas dengan inisial RF. Ran pun mencari inisial nama tersebut dari seluruh kenalan ayahnya, mulai dari rekan-rekan kerja ayahnya, sampai ke mahasiswa-mahasiswa yang diajar oleh ayahnya. Akhirnya, beberapa minggu kemudian Ran menemukan nama dengan inisial tersebut. Dia pun melaporkan ke polisi. Dan orang tersebut ditangkap. Orang tersebut pun mengakui perbuatannya karena selama itu dia terus mendapat teror dari ayah Ran. Dia sangat ketakutan. Orang itu pun dihukum sesuai dengan perbuatannya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar